Ada analisis sebuah novel terjemahan..
Biasanya
adek2 yang lagi kelas XI SMA, dikasih tugas semacam ini lho dalam
Bahasa Indonesia. Mudah2an analisis novel di bawah ini bisa membantu
temen2 biar makin mudah bikin tugasnya..
Novel terjemahan Jepang itu kayak gini lho guys..
Ini yang part I dulu ya...part II nyusul sesegera mungkin :)
semangaatt!!!
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Analisis Novel Rahasia Hati Karya Natsume
Soseki”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah
satu tugas untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
di SMAN 1 Padang Panjang.
Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Ibu Nailil Husna
selaku Guru Pembimbing Bahasa dan Sastra Indonesia, rekan-rekan semua di kelas
XI IA II SMAN I Padang Panjang dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga
Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan
bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa
Robbal ‘Alamiin.
Padang
Panjang, Desember 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar
......................................................................................................... i
Daftar
isi
.........................................................................................................................
ii
Sinopsis
Novel
......................................................................................................... 1
Analisis
Novel
A.
Unsur
Instrinsik
Tema
.............................................................................................................. 4
Amanat
........................................................................................................ 4
Alur
................................................................................................................ 6
Penokohan
/ Perwatakan
................................................................... 6
Latar
/ Setting
............................................................................................. 12
Gaya
Bahasa
............................................................................................... 15
Sudut
Pandang
............................................................................................
15
B.
Unsur
Ekstrinsik
Nilai
Agama...................................................................................................
16
Nilai
Moral
.................................................................................................... 17
Nilai
Budaya..................................................................................................
18
Nilai
Sosia........................................................................................................
20
Perbedaan
dan Persamaan Novel Indonesia
dengan
Novel Terjemahan
.................................................................................. 22
Penutup
......................................................................................................................... 23
IDENTITAS NOVEL
Judul : Rahasia Hati
Penulis : Natsume Soseki
Tebal : 288 halaman
Penerbit : PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta
Tahun : 1992
Penulis : Natsume Soseki
Tebal : 288 halaman
Penerbit : PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta
Tahun : 1992
SINOPSIS
NOVEL
Aku selalu memanggilnya
Sensei, dan dengan pena di tanganku, aku tak dapat memaksa diriku menulis
tentangnya dengan cara lain. Di Kamakuralah, saat liburan musim panas aku
pertama kali bertemu dengan Sensei. Saat itu Sensei sedang melepas pakaiannya
untuk berenang di pantai. Sayangnya aku tidak sempat berbicara dengannya, dan
aku baru sempat berkenalan dengannya beberapa hari kemudian. Begitulah mulanya
persahabatan kami.
Sebulan setelah aku
kembali ke Tokyo untuk kuliah, aku mulai mengunjungi Sensei di rumahnya. Suatu
hari, ternyata Sensei tidak ada di rumahnya, namun yang ada hanyalah seorang
wanita cantik yang nantinya kuketahui sebagai isteri Sensei. Sesuai dengan
infor-masi dari isterinya, aku menyusul Sensei ke suatu pekuburan di wilayah
Zoshigaya. Ketika aku menanyakan tentang siapa yang dimakamkan di sana, ia
hanya diam.
Semakin hari, sikap
Sensei semakin aneh. Dia menjadi lebih pendiam dari yang sudah-sudah. Pada
suatu saat, ia mengatakan padaku bahwa ia adalah manusia yang sunyi, tapi aku
tidak mengerti. Tidak jarang ia memintaku untuk tidak lagi menemuinya, karena menurutnya
aku akan menyesal di hari kemudian. Namun setiap kali Sensei bersikap demikian,
aku semakin ingin menjadi lebih dekat dengannya.
Setiap kali ada
kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Sensei, dia pasti mengatakan sesuatu
yang sama sekali tidak kumengerti maknanya. Semua yang dibicara-kan tampak
bagiku tidak lepas dari pengalaman hidupnya yang pasti sangat luar biasa.
Pernah suatu kali aku meminta Sensei untuk menceritakan padaku tentang masa
lalunya, namun Sensei mengatakan bahwa belum saatnya aku mengetahuinya.
Sensei hidup dalam keadaan yang tak jelas sama
sekali. Ia tidak punya pekerjaan walaupun ia adalah lulusan universitas. Namun,
ia dapat menghidupi isterinya dan dirinya sendiri. Suatu hari, aku dimintai
oleh Sensei untuk menjaga isterinya yang tinggal sendirian di rumah karena ia
harus pergi menemani temannya untuk makan malam di luar. Dan pada malam itulah,
isteri Sensei membuka seluruh rahasia yang selama bertahun-tahun disimpannya
dalam hati dengan kesedihan yang lembut. Ia merasa bahwa ialah penyebab
perubahan sikap Sensei yang semakin membenci manusia dan dunia yang modern ini.
Wanita itu pun merasa bahwa ia juga menjadi bagian dari kebencian Sensei.
Di musim dingin aku
diminta pulang oleh ibuku, karena penyakit gagal ginjal yang diderita oleh
ayahku semakin parah. Aku berpamitan pada Sensei dan isterinya karena ti-dak
akan bertemu untuk beberapa lama. Di rumah, ayah tidaklah separah yang kuba-yangkan.
Ia masih bisa berjalan seperti biasa, namun yang berbeda hanyalah aktivitasnya
yang sudah sangat dibatasi. Untuk menolong ayah dalam menjalani hari-harinya,
aku se-lalu menemaninya bermain catur ataupun berbincang-bincang. Selang
beberapa minggu kemudian, aku pun kembali ke Tokyo.
Sesampainya di Tokyo,
aku langsung mengajak Sensei berjalan-jalan. Saat itu ia menanyakan perihal
kesehatan ayahku, tentang harta kekayaan keluargaku dan tentang bagian harta
yang akan kudapat bila nanti ayahku sudah tiada. Aku sangat heran dan bingung
pada diri Sensei, namun aku hanya berpikiran positif bahwa Sensei hanyalah
orang yang sedang berusaha menghiburku saat itu. Pembicaraan kami ketika itu
berakhir dengan suatu ketidakjelasan.
Setelah itu, aku
disibukkan dengan thesisku sehingga aku jarang bertemu dengan Sensei. Akhirnya,
aku pun bebas dari kegiatan-kegiatan di universitas. Di malam upacara peresmian
kelulusan, aku segera mengunjungi Sensei dan makan malam bersama di ru-mahnya.
Ia hanya mengucapkan selamat. Tindakannya tidak membuatku gembira, karena nada
suaranya tidak menunjukkan rasa gembira atas prestasiku tersebut. Namun, tidak
juga bisa kukatakan bahwa ia sedang mencemoohku.
Sesaat sebelum aku
pulang dari rumah Sensei, aku berpamitan lagi pada Sensei karena aku harus
segera pulang dengan membawa berita gembira tersebut pada keluar-gaku di kampung.
Di malam itu, Sensei malah membicarakan perihal kematian denganku dan
isterinya. Nada bicaranya terdengar sangat serius. Ia meminta pendapat
isterinya, siapakah rupanya yang akan meninggalkan dunia ini terlebih dahulu.
Namun, isterinya hanya menanggapinya dengan senyuman dan membalas ucapan Sensei
dengan lelucon. Naun, dari raut wajah isterinya yang kutangkap, aku tahu bahwa
sebenarnya isterinya mulai merasa cemas dan takut pada perkataan Sensei
tersebut. Aku pun jauh semakin heran dengan sikap Sensei itu.
Setibanya di rumah,
kulihat bahwa kondisi ayah tidaklah lebih baik dari yang terakhir kali kulihat.
Aku pun mulai menulis surat pada abang dan kakakku yang sudah jauh di sana. Aku
juga tidak lupa untuk terus menulis surat pada Sensei dan teman-teman seangkatanku.
Namun yang membuatku bingung adlah Sensei tidak pernah mem-balas surat yang
kukirim sekian banyak padanya. Suatu hari, datanglah surat dari salah seorang
temanku yang menawarkan pekerjaan padaku, namun aku harus menjaga ayah sehingga
aku pun menolaknya. Selang beberapa hari, abang dan abang iparku pun datang dan
mereka juga sangat mencemaskan kondisi ayahku. Semakin lama kondisi ayah makin
buruk saja. Ia mulai sering pingsan dan memuntahkan zat aneh berwarna kuning.
Puncak-nya, ia pun lupa pada orang di sekitarnya, termasuk ibuku.
Ketika aku sedang
membantu perawat menjaga ayahku, datanglah surat dari Sensei. Surat itu amat
panjang sehingga aku pun penasaran dengan isinya. Tidak cukup beberapa paragraf
yang kubaca, aku dikejutkan dengan kata-kata yang ditulis oleh Sensei. Ia menu-liskan
bahwa mungkin saat aku menmbaca suratnya, ia sudah tidak ada lagi di dunia ini.
Aku benar-benar kaget dan langsung pergi ke stasiun kereta api untuk segera
pergi ke Tokyo. Aku sangat penasaran dan ingin memastikan bahwa sebenarnya
Sensei itu dalam kondisi baik-baik saja. Aku berharap bahwa Sensei hanya sedang
ingin bercanda dengan-ku. Di kereta api, kutulis surat untuk keluargaku bahwa
aku harus pergi ke Tokyo pada hari itu. Setelah itu, aku pun mulai membaca
surat Sensei dengan perasaan yang tidak menentu.
Di dalam surat itu
Sensei meminta maaf padaku karena tidak sempat mem-balas surat-surat yang
kukirim padanya. Ia juga mengatakan padaku bahwa sudah saatnya aku mengetahui
semua tentang dia dan masa lalunya. Sensei belum lagi berusia dua puluh tahun
ketika ia menjadi yatim piatu. Ia adalah anak tunggal yang hidup di
tengah-tengah kekayaan yang melimpah ruah. Sesaat sebelum ibunya meninggal,
ibunya menitipkan Sensei pada pamannya. Dan dari situlah ia mulai hidup dengan
pamannya. Sensei memilih untuk kuliah di Tokyo dan pamannya pun tidak merasa
keberatan. Di musim panas perta-ma setelah kuliah, ia mendapati bahwa pamannya
sudah memboyong keluarganya untuk tinggal di rumah peninggalan orang tua Sensei.
Saat itu, Sensei merasa amat senang karena rumahnya tidak lagi sepi.
Ketika Sensei pulang
untuk kesekian kalinya, pamannya memintanya untuk meni-kah dengan putrinya.
Tentu saja Sensei tidak mau dinikahkan dengan orang yang sama sekali tidak
pernah dicintainya. Dan saat musim panas setelah itu, keluarganya tidak lagi
bersikap seperti dulu. Setelah melakukan penyelidikan yang panjang, barulah
Sensei tahu bahwa harta kekayaannya sudah dikuras banyak oleh pamannya sendiri.
Ia pun memutus-kan untuk keluar dari rumah itu dengan membawa surat-surat
penting berkaitan dengan haknya sebagai ahli waris kekayaan itu. Ia pergi jauh
dari Tokyo dan tinggal bersama seorang janda bernama Okusan dan seorang anak
gadisnya. Sensei biasa memanggilnya Ojosan. Setelah sekian lama hidup bersama
kedua wanita itu, Sensei mulai menyadari bahwa ia jatuh cinta pada Ojosan.
Sayang sekali, Sensei adalah seorang yang pengecut, sehingga ia tidak pernah
mengatakan apa pun pada Okusan dan Ojosan.
Selang beberapa waktu
setelah itu, ia mengajak sahabatnya untuk tinggal bersamanya di rumah itu. Di
dalam surat nan panjang itu, nama sahabatanya adalah “K”. K adalah orang yang
amat tekun, berani keras hati dan tak perasa. K dibesarkan di kalangan kaum
keagamaan yang sangat disiplin dan keras. Pada suatu hari, ia mendapati K dan
Ojosan sedang berada dalam satu ruangan yang sama dan sedang bersenda gurau.
Dan ternyata, hal itu tidak hanya terjadi sekali. Sensei muda pun mulai
menyadari bahwa K juga memiliki perasaan cinta pada Ojosan. Namun, sebisa mungikin
Sensei tetap berusaha men-jaga persahabatannya dengan K.
Pada suatu kali, K
mengatakan pada Sensei bahwa ia mencintai Ojosan. Sensei pun sangat terkejut
atas pengakuan sahabatnya itu. Sesudah itu, Sensei tidak lagi begitu mempe-dulikan
persahabatannya. Ia berusaha semampunya untuk bersaing dengan K. Tapi, sikap K
mulai menunjukkan keanehan. Ia menjadi lebih pendiam. Namun, menurut Sensei,
itulah kesempatan bagus bagi Sensei untuk mendapatkan Ojosan. Suatu hari,
Sensei pura-pura sakit dan menyampaikan keinginannya untuk melamar Ojosan pada
Okusan. Okusan pun langsung menerimanya. Selang beberapa minggu setelahnya,
Okusan mengatakan pada Sensei bahwa ia sudah menyampaikan lamaran Sensei itu
pada K, padahal Sensei tidak ingin K mengetahuinya.
Malamnya, Sensei
memutuskan untuk memberitahukan K perihal hal itu. Sayang, di malam itu
pulalah, K bunuh diri di kamarnya. Sensei sangat terpukul dan merasa bersalah
karena menurutnya ia adalah penyebab bunuh dirinya K. Ia ketakutan dan tidak
bisa mem-bayangkan bagaimana nasibnya di kenudian hari.Setelah menikah dengan
Ojosan pun, ia malah menjadi semakin menderita seolah isterinya adalah
penghubung antara dia dengan K yang mati secara tragis itu. Di dalam suratnya,
Sensei menuliskan bahwa ia begitu kuat merasakan kedosaan seorang manusia.
Perasaan itulah yang membuatnya untuk bersedia dipukul bahkan oleh orang yang
tak dikenal sekalipun.
Ketika keinginan akan
hukuman itu menjadi semakin kuat, ia merasa bahwa huku-man itu tidaklah datang
dari orang lain, me;lainkan datang dari dirinya sendiri. Bunuh diri, bagi
Sensei adalah hukuman yang tepat untuk semua dosanya. Sudah dua sampai tiga
kali ia mencoba untuk bunuh diri, namun rasa cintanya yang begitu dalam pada
isterinya men-jadi penghalang baginya. Puncaknya, sepuluh hari sebelum ia
menulis surat ini, ia meminta agar isterinya pergi merawat bibinya yang sedang
sakit di Ichigaya sehingga ia pun bisa mati tanpa adanya penghalang. Terakhir,
ia Sensei meminta padaku agar aku tidak pernah memberitahukan pada isterinya perihal
isisurat itu dan semua alasan mengapa ia bunuh diri. Aku pun bersedia memenuhi
permintaannya yang terakhir itu.
ANALISIS
NOVEL
A. UNSUR INSTRINSIK NOVEL
1)
TEMA
Tema
yang digunakan dalam novel ini adalah “Kesepian Hidup di Dunia Modern”. Tema
ini menggambarkan kehidupan seorang Sensei yang sangat tersikasa karena rasa
bersalah pada seseorang yang ada pada dirinya, sehingga ia memilih untuk
mengasingkan diri dari dunia modern dan mengakhiri hidupnya sendiri dengan
bunuh diri.
Buktinya :“Aku seorang manusia yangs sunyi,” katanya lagi
sore itu. Dan tidaklah mungkin bahwa kau pun seorang yang sunyi pula”(paragraf
7 halaman 21)
2) AMANAT
Dalam novel ini, ada beberapa
amanat yang dapat kita ambil dan kita terapkan dalam kehidupan sehari – hari,
di antaranya adalah :
- Hormatilah orang yang lebih tua daripada kita.
Kita memang harus menghormati orang
yang lebih tua dari kita. Merekalah yang sudah terlebih dahulu mencicipi pahit
manisnya kehidupan, dan mereka jauh lebih ber-pengalaman daripada kita yang masih
muda. Janganlah kita bersikap seakan-akan kita adalah yang paling tahu
segalanya. Jangan pernah merendahkan mereka yang lebih tua daripada kita.
Buktinya : “...aku
terus menerus menyebut dia ‘Sensei,’ dan aku yakin pada diriku sendiri
sudahmenjadi kebiasaaanku untuk menyebut demikian pada orang-orang yang lebih
tua daripadaku” (paragraf 4 halaman 11)
- Janganlah kita menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja. Tapi, cobalah
lihat orang itu dari dalam.
Hari ini banyak
sekali orang yang hanya menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Jika
orang itu sudah terlihat rapi dan memenuhi kriteria orang besar, maka mereka
akan mendekati orang tersebut. Sementara itu, apabila seseorang itu tidaklah
sempurna penampilannya, maka mereka akan segera menjauhi orang tersebut karena
dianggap sebagai pembawa pengarug negatif bagi kehidupan mereka. Padahal belum
tentu orang dengan pakaian yang rapi itu adalah penyelamat kita kelak, mungkin
saja mereka dengan penampilan alakadarnya itu adalah penuntun bagi kita untuk
menjadi lebih baik dalam menjalani kehidupan ini.
Buktinya
:“Dilihat dari
pandangan umum, mereka adalah orang-orang yang sama sekali tidak berarti.
Sensei yang kucoba mengenalnya tanpa maksud mencari kese-nangan, jauh lebih
banyak memberikan kepuasan intelektuil padaku sebagai kawan “(paragraf 1
halaman 60)
- Berbaktilah kepada kedua orang tua kita.
Tiada hal yang lebih mulia yang dilakukan oleh seorang anak
selain berbakti kepada orang tuanya. Apalagi, ketika si anak merawat orang
tuanya dengan keikhlasan dan kasih sayang yang tulus. Apapun bentuk perbuatan
yang kita lakukan selama itu dalam usaha untuk berbakti pada orang tua, pasti
hal itu tidak akan pernah memberatkan si anak dan orang tuanya. Maka,
hormatilah, sayangilah dan berbaktilah pada keduanya.
Buktinya : “Maka aku pun mulai
mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh untuk mendatangkan seorang spesialis
yang baik sekali lagi dan memintanya untuk memeriksa ayahku”(paragraf 2 halaman
106)
- Janganlah menjadi orang yang tidak mau menjaga hubungan baik kita dengan keluarga.
Separah apapun masalah yang ada pada diri
kita, janganlah hal tersebut sampai memper-buruk hubungan kita dengan keluarga.
Tidak seharusnya kita melakukan hal yang mem-buatku semua anggota keluarga kita
marah. Pada hakikatnya, kita adalah makhluk sosial, dan unit sosial terkecil
dalam dunia sosial itu sendiri adalah keluarga. Di tengah-tengah merekalah kita
tumbuh menjadi orang-orang dengan berbagai macam kepribadian. Jadilah orang
yang selalu menjaga hubungan antar anggota dalam suatau keluarga.
Buktinya
:“...bukan saja ia
melukai perasaan orang tua angkatnya, tetapi ia juga membuat marah keluarganya
sendiri” (paragraf 2 halaman 197)
- Janganlah mudah putus asa.
Putus asa tidak
sepantasnya berada dalam diri kita. Setiap masalah pastilah ada jalan
keluarnya. Lagipula, banyak hikmah yang selalu bisa kita ambil dari berbagai
peris-tiwa. Janganlah menjadi orang yang berpikiran pende dan menganggap bahwa
masalah yang kita hadapi itu adalah masalah yang sangat berat. Cobalah sadari,
bahwa masih ada di luar sana orang yang memiliki masalah yang jauh lebih berat
daripada kita namun mereka bisa menghadapinya dengan baik. Putus asa itu
biasanya berakhir dengan bunuh diri dan secara tidak langsung kita telah
menganiaya keluarga dan orang-orang yang kita sayangi.
Buktinya
:“Ia telah mengambil
keputusan untuk mati, katanya, karena agaknya tak ada lagi harapan untuk menjadi orang yang teguh hati, berpendirian
tetap, seperti yang diinginkannya” (paragraf 2 halaman 267)
3) ALUR
Alur
yang digunakanolehsipengarangdalam novel iniadalahalurmaju karena novel ini menceritakan mulai dari
pertemuan pertama tokoh “aku” dengan Sensei hingga Sensei meninggal.

Tokoh
“aku” bertemu dengan Sensei di Kamakura,Jepang, ketika ia sedang menikmati
liburan musim panas sebelum ia menjadi seorang mahasiswa di salah satu
universitas di wilayah Tokyo. Selang beberapa hari kemudian, ia berhasil
berkenalan dengan Sensei.

Konflik dalam novel ini adalah
ketika Sensei berubah menjadi lebih pendiam dari biasanya. Perubahan sikap
Sensei dari hari ke hari semakin sulit untuk dimengerti oleh tokoh “aku” maupun
isteri Sensei sendiri, Shizu.

Sensei semakin
sering membicarakan kematian dengan tokoh “aku” maupun dengan Shizu. Ia sering
bertanya pada isterinya, apakah kiranya yang akan dilakukuan oleh isterinya
bila suatu hari Sensei meninggal lebih cepat daripada isterinya. Tentu saja
isteri-nya tidak mau menanggapi hal tersebut dengan serius, walaupun sebenarnya
Shizu sudah merasa cemas dan takut. Karena bila ia serius menanggapi pertanyaan
dan ucapan Sensei itu, pastilah ia menjadi lebih menderita dari yang
sebelumnya.

Saat Sensei bunuh diri tanpa
sepengetahuan sang isteri. Ketika itu, isterinya sedang tidak ada di rimah
untuk jangka waktu yang cukup lama. Isteri Sensei pergi ke wilayah Ichigaya
karena permintaan Sensei untuk merawat bibinya yang sedang sakit di sana.
Kesempatan inilah yang digunakan oleh Sensei untuk bunuh diri.

Tokoh “aku” memenuhi wasiat atau amanat
terakhir Sensei yang disampaikannya melalui sebuah surat yang panjang.
Tepatnya, ia diminta untuk tidak mengatakan kepada siapa pun juga mengenai
semua hal yang telah ia tulis di surat terakhirnya, khusunya kepada isterinya.
kalau boleh tanya bukunya beli dimana?
BalasHapus